Translate
Share On
Home » Posts filed under Pernikahan
Tampilkan postingan dengan label Pernikahan. Tampilkan semua postingan

Klasifikasi Mahram
Para ulama membagi mahram kedalam dua golongan besar yakni mahram yang bersifat abadi dan mahram yang bersifat sementara. Adapun tentang kedua golongan tersebut dapat disimak dalam penjelasan berikut ini
- Mahram Yang Bersifat Abadi
Para
ulama kemudian membagi lagi mahram yang bersifat abadi ini menjadi tiga
kelompok berdasarkan penyebabnya. Yaitu karena sebab hubungan nasab, karena
hubungan pernikahan (perbesanan dan karena persusuan)
a. Mahram Karena Nasab, terdiri dari
·
Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
·
Anak wanita dan seterusnya ke bawah seperti anak perempuannya anak
perempuan.
·
Saudara kandung wanita.
·
Ammat / Bibi (saudara wanita ayah)
·
Khaalaat / Bibi (saudara wanita ibu)
·
Banatul Akh / Anak wanita dari saudara laki-laki.
·
Banatul Ukht / anak wanita dari saudara wanita
b. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan yang termasuk didalamnya adalah
·
Ibu dari istri (mertua wanita).
·
Anak wanita dari istri (anak tiri).
·
Istri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
·
Istri dari ayah (ibu tiri).
c. Mahram Karena Penyusuan, yang terdiri dari
·
Ibu yang menyusui.
·
Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).
·
Ibu dari suami yang istrinya menyusuinya (nenek juga).
·
Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan)
·
Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.
·
Saudara wanita dari ibu yang menyusui.
2. Mahram Yang Bersifat
Sementara
KlasifikasiMahram
Selain mahram yang bersifat abadi, dalam islam juga dikenal mahram yang bersifat sementara, yang berarti seorang wanita yang tadinya haram dinikahi menjadi halal dikarenakan beberapa sebab. Adapun mahram yang bersifat sementara adalah sebagai berikut:
KlasifikasiMahram
Selain mahram yang bersifat abadi, dalam islam juga dikenal mahram yang bersifat sementara, yang berarti seorang wanita yang tadinya haram dinikahi menjadi halal dikarenakan beberapa sebab. Adapun mahram yang bersifat sementara adalah sebagai berikut:
·
Istri orang lain
tentunya tidak boleh dinikahi oleh pria manapun tapi bila sudah diceraikan atau
ditalak oleh suaminya, maka boleh dinikahi.
·
Saudara ipar, atau
saudara wanita dari istri. Tidak boleh dinikahi tapi juga tidak boleh khalwat
atau melihat sebagian auratnya. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari
istri. Namun bila hubungan suami istri dengan saudara dari ipar itu sudah
selesai atau dalam kata lain mereka bercerai baik karena cerai mati maupun
cerai hidup maka, maka ipar yang tadinya haram dinikahi menjadi boleh dinikahi.
Demikian juga dengan bibi dari mantan istri.
·
Wanita yang masih dalam
masa Iddah. Masa iddah berarti masa tunggu seorang wanita akibat dicerai oleh
suaminya baik cerai hidup maupun cerai mati. Lama iddah seorang wanita adalah
tiga kali haid.
·
Istri yang telah ditalak
tiga (baca perbedaan talak satu, dua dan tiga), untuk sementara haram dinikahi
namun ia boleh kembali dinikahi apabila ia telah menikah dengan pria lain dan
kemudian bercerai. Tentunya dengan menunggu masa iddahnya juga.
·
Wanita yang sedang
melakukan ihram ibadah haji maupun umrah haram untuk dinikahi namun jika telah
selesai masa ihramnya maka ia boleh dinikahi.Wanita budak atau bukan wanita
merdeka tidak boleh dinikkahi seorang pria yang mampu menikah dengan seorang
wanita merdeka. Namun jika sang pria tidak mampu maka ia boleh menikahi wanita
budak tersebut.Wanita penzina hukumnya haram dinikahi dalam artian ia terus
melakukan zina.namun jika ia sudah bertobat dan tidak melakukannya lagi, ia
boleh dinikahi.
·
Wanita yang telah
dicerai suaminya dengan cara dilaknat atau dili’an haram untuk dinikahi kecuali
mantan suaminya telah menarik kembali kata-katanya dan meminta maaf pada sang
wanita ataupun sang wanita telah bertobat atas dasar celaannya itu.
·
Wanita nonmuslim juga
haram hukumnya untuk dinikahi namun jika wanita tersebut telah masuk islam atau
menjadi
·
mualaf ia boleh dinikahi atau halal hukumnya bagi pria untuk
menikahinya.
Demikian
pengertian mahram dan golongannya yang perlu diketahui. Ada baiknya kita
mengetahui perkara tersebut terutama bagi yang sedang mencari jodoh. Orang yang
sedang memilih calon pendamping hidup sebaiknya mengetahui apakah wanita
tersebut boleh dinikahi ataukah termasuk wanita yang haram dinikahiuntuk
menghindari terjadinya pernikahan sedarah. KlasifikasiMahram
Adapun sebelum menikah boleh didahului dengan proses ta’aruf dan tunangan dan mempelai perlu mengetahui syarat-syarat akad nikah termasuk wali yang akan menikahkanya apakah memenuhi syarat wali nikah atau tidak (baca juga urutan wali nikah). Semua hal tersebut perlu diperhatikan agar terwujud tujuan pernikahan dalam islam dan dapat membangun rumah tangga yang harmonis dan di rahmati Allah.

Bab Mahram
- Mahram karena nasab
Abdullah ibn Yusuf menyampaikan kepada kami, Malik mengabarkan pada kami, dari Abi al-Zinad, dari al-A’raj, dari Abi Hurairah ra: bahwasanya Rasulullah saw berkata: Janganlah kamu mengumpulkan (dalam pernikahan) perempuan dengan bibinya (dari pihak ayah) dan perempuan dengan bibinya (dari pihak ibu).
- Mahram karena sepersusuan
“Yahya ibn Yahya menyampaikan kepada kami, ia berkata: aku membacakan kepada Malik, dari ‘Abdillah ibn Abi Bakr, dari ‘Amrah, bahwasanya ‘Aisyah mengabarkan, ketika Rasulullah saw bersamanya, dan ketika ia mendengar suara laki-laki meminta izin untuk memasuki rumah Hafsah, ‘Aisyah berkata: aku berkata: Ya Rasulallah, laki-laki itu meminta izin memasuki rumahmu, maka Rasulullah saw bersabda: aku lihat dia adalah si fulan paman sesusuan Hafsah- maka ‘Aisyah berkata: ya Rasulullah, seandainya fulan paman sesusuan ‘Aisyah masih hidup, bolehkan ia masuk ke rumahku? Rasulullah saw bersabda: ya, sesungguhnya susuan mengharamkan apa yang diharamkan olehhubungan kelahiran (darah).
- Mahram karena sedang dalam Ihram haji atau umrah
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, dia berkata: Kudapatkan dari Malik dari Nafi‟ dari Nubaih bin Wahab dari Umar bin Abdullah ketika Thalhah bin Umar ingin menikahi anak perempuan Syaibah bin Jabir, maka telah mengirimkan kabar kepada Aban bin Usman yang hadir ketika itu dan dia adalah pemimpin Jama‟ah Haji, Aban Berkata aku mendengar usman bin Affan berkata Rasulullah SAW. Bersabda orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, dinikahkan atau melamar ”(H.R. Muslim).

Pengertian Mahram dalam Islam
Pengertian Mahram dalam Islam
Kita sering mendengar istilah mahram. Biasanya kalimat “maaf bukan muhrim’ akan terdengar saat seorang wanita atau pria menolak untuk berjabat tangan atau bersentuhan dengan lawan jenis yang tidak memiliki hubungan dengan dirinya. mahram ini sebenarnya berkaitan dengan pernikahan dan hubungan lain yang diantaranya menentukan boleh tidaknya aurat wanita terlihat dan sebagainya. Lalu apakah yang sebenarnya disebut dengan mahram dan siapa saja yang digolongkan ke dalam istilah mahram ini. Simak penjelas berikut ini :
arab yang berarti haram dinikahi baik nikah secara resmi maupun nikah siri. Mahram juga berasal dari makna haram, yaitu wanita yang haram dinikahi dan yang dimaksud dengan keharaman menikahi wanita adalah menyangkut boleh atau tidaknya melihat aurat, dan hubungan baik langsung maupun tidak langsung.
Pengertian Mahram dalam Islam
Mahram tersebut bisa bersifat langsung artinya orang-orang yang memiliki darah yang sama otomatis menjadi mahram dan ada pula hubungan yang tidak langsung seperti mahram yang diakibatkan oleh hubungan pernikahan misalnya saja seorang wanita yang sudah menikah dan bersuami maka ia haram hukumnya untuk dinikahi oleh orang lain. Demikian pula para wanita yang masih berada dalam masa iddah setelah talak (baca hukum talak dalam pernikahan) dan termasuk juga wanita yang tidak beraga islam atau kafir non kitabiyah seperti Hindu, Budha dan majusi.

Rukun dan Syarat Pernikahan
Rukun dan Syarat Pernikahan
Pernikahan dalam islam memiliki beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi agar pernikahan tersebut sah hukumnya di mata agama baik menikah secara resmi maupun nikah siri. Berikut ini adalah syarat-syarat akad nikah dan rukun yang harus dipenuhi dalam sebuah pernikahan misalnya nikah tanpa wali maupun ijab kabul hukumnya tidak sah.
a. Rukun Nikah
Rukun pernikahan adalah sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan pernikahan, mencakup :
- Calon mempelai laki-laki dan perempuan
- Wali dari pihak mempelai perempuan
- Dua orang saksi
- Ijab kabul yang sighat nikah yang di ucapkan oleh wali pihak perempuan dan dijawab oleh calon mempelai laki-laki.
b. Syarat Nikah
Adapun syarat dari masing-masing rukun tersebut adalah
1. Calon suami dengan syarat-syarat berikut ini
- Beragama Islam
- Berjenis kelamin Laki-laki
- Ada orangnya atau jelas identitasnya
- Setuju untuk menikah
- Tidak memiliki halangan untuk menikah
2. Calon istri dengan syarat-syarat
- Beragama Islam ( ada yang menyebutkan mempelai wanita boleh beraga nasrani maupun yahudi)
- Berjenis kelamin Perempuan
- Ada orangnya atau jelas identitasnya
- Setuju untuk menikah
- Tidak terhalang untuk menikah
3. Wali nikah dengan syarat-syarat wali nikah sebagai berikut
- Laki-laki
- Dewasa
- Mempunyai hak perwalian atas mempelai wanita
- Adil
- Beragama Islam
- Berakal Sehat
- Tidak sedang berihram haji atau umrah
4. Saksi nikah dalam perkawinan harus memenuhi beberapa syarat berikut ini ;
- Minimal terdiri dari dua orang laki-laki
- Hadir dalam proses ijab qabul
- mengerti maksud akad nikah
- beragama islam
- Adil
- dewasa
5. Ijab qobul dengan syarat-syarat, harus memenuhi syarat berikut ini :
- Dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti kedua belah pihak baik oleh pelaku akad dan penerima aqad dan saksi. Ucapan akad nikah juga haruslah jelas dan dapat didengar oleh para saksi.
Fikih pernikahan atau munakahat adalah salah satu ilmu yang mesti dipelajari dan diketahui umat islam pada umumnya agar pernikahan dapat berjalan sesuai dengan tuntunan syariat agama dan menghindarkan hal-hal yang dapat membatalkan pernikahan.
Rukun dan Syarat Pernikahan

Hukum Pernikahan
Hukum Pernikahan
Dalam agama islam pernikahan memiliki hukum yang disesuaikan dengan kondisi atau situasi orang yang akan menikah. Berikut hukum pernikahan menurut islam.
- Wajib, jika orang tersebut memiliki kemampuan untuk meinkah dan jika tidak menikah ia bisa tergelincir perbuatan zina
- Sunnah, berlaku bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk menikah namun jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir perbuatan zina
- Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menahan diri dari zina tapi ia memiliki keinginan yang kuat untuk menikah
- Mubah, jika seseorang hanya menikah meskipun ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menghindarkan diri dari zina, ia hanya menikah untuk kesenangan semata
- Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan jika menikah ia akan menelantarkan istrinya atau tidak dapat memenuhi kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya istri tidak dapat memenuhi kewajiban istri terhadap suaminya. Pernikahan juga haram hukumnya apabila menikahi mahram atau pernikahan sedarah.

Dasar Hukum Pernikahan
Dasar Hukum Pernikahan
Sebagaimana ibadah lainnya, pernikahan memiliki dasar hukum yang menjadikannya disarankan untuk dilakukan oleh umat islam. Adapun dasar hukum pernikahan berdasarkan Al Qur’an dan Hadits adalah sebagai berikut :
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisaa’ : 1).
”Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian- Nya) lagi Maha mengetahui” .(Q.S. An-Nuur : 32)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan- Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Ar-Ruum : 21).
”Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah dia menikah; karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Adapun bagi siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa; karena berpuasa itu merupakan peredam (syahwat)nya”.

Bab Pernikahan
Pengertian menurut etimologi
Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, pernikahan disebut denganberasal dari kata an-nikh dan azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan di atas, menaiki, dan bersenggema atau bersetubuh. Di sisi lain nikah juga berasal dari istilah Adh-dhammu, yang memiliki arti merangkum, menyatukan dan mengumpulkan serta sikap yang ramah. adapun pernikahan yang berasalh dari kata aljam’u yang berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pernikahan dalam istilah ilmu fiqih disebut ( زواج ), ( نكاح ) keduanya berasal dari bahasa arab. Nikah dalam bahasa arab mempunyai dua arti yaitu ( الوطء والضم ) baik arti secara hakiki ( الضم ) yakni menindih atau berhimpit serta arti dalam kiasan ( الوطء ) yakni perjanjian atau bersetubuh.
Pengertian Menurut Istilah
Adapun makna tentang pernikahan secara istilah masing-masing ulama fikih memiliki pendapatnya sendiri antara lain :
- Ulama Hanafiyah mengartikan pernikahan sebagai suatu akad yang membuat pernikahan menjadikan seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan perempuan termasuk seluruh anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan atau kenikmatan.
- Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan menggunakan lafal حُ حاكَكنِن , atau كَ ز كَ وا حُ ج , yang memiliki arti pernikahan menyebabkan pasangan mendapatkan kesenanagn.
- Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad atau perjanjian yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan tanpa adanya harga yang dibayar.
- Ulama Hanabilah menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunakan lafal انِ نْ ن كَ كا حُ ح atau كَ نْ نِ و نْ حُ ج yang artinya pernikahan membuat laki-laki dan perempuan dapat memiliki kepuasan satu sama lain.
- Saleh Al Utsaimin, berpendapat bahwa nikah adalah pertalian hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain dan untuk membentuk keluaga yang saleh dan membangun masyarakat yang bersih
- Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah, menjelaskan bahwa nikah adalah akad yang berakibat pasangan laki-laki dan wanita menjadi halal dalam melakukan bersenggema serta adanya hak dan kewajiban diantara keduanya.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)